Selasa, 01 Mei 2012

Ghazwu Fiqr Sebagai Tantangan Tabligh


    A.    Agama dan Tabligh

Hidup manusia bagaikan lalu lintas, masing-masing ingin berjalan dengan selamat sekaligus cepat sampai ke tujuan. Namun karena kepentingan mereka berlain-lainan, apabila tidak ada peraturan lalu lintas kehidupan, pasti akan terjadi benturan dan tabrakan.

Dengan demikian, manusia membutuhkan peraturan, demi lancarnya lalu lintas kehidupannya. Manusia membutuhkan rambu-rambu lalu lintas yang akan memberinya petunjuk, seperti kapan ia harus berhenti (lampu merah) harus hati-hati dan lampu hijau (silahkan jalan), dan sebagainya.[1]

Aturan-aturan lalu lintas kehidupan itu adalah agama. Pembuatnya adalah Allah SWT. Segala keteraturan itu membuat manusia menjadi terarah dan sesuai alur pada tujuan yang ditempuhnya.

Sayangnya, pada zaman yang serba modern ini, banyak dari kalangan umat muslim yang sudah meninggalkan Islam, yang hakikatnya adalah petunjuk dalam kehidupan. Pun umat Islam elakukan apa-apa yang seharusnya tidak dilakukan dan dilarang oleh agama, juga melakukan banyak dosa yang terus-menerus tanpa taubat.

Melihat keadaan seperti demikian, kita selaku pelaku pendidikan yang berbasis agama, tentulah harus melakukan sesuatu untuk umat ini. Misalnya dengan kegiatan akademis yang meliputi dakwah.

Dakwah yang hakikatnya adalah setiap usaha yang mengarah untuk memperbaiki suasana kehidupan yang lebih baik dan laik, sesuai dengan kehendak dan tuntutan kebenaran[2] dianggap mampu menjadi solusi dalam masalah yang terjadi dewasa ini. Dakwah dapat terbagi dalam: Irsyad (bimbingan penyuluhan Islam), Tadbir (manajemen dakwah), Tatwir (pengembangan Masyarakat Islam) dan Tabligh (Penyiaran Islam).
Tabligh sebagai bagian dari dakwah merupakan salah satu cara kita untuk memerangi kemunkaran yang merebak di zaman ini. Melalui metode-metode yang nanti akan disampaikan, tabligh diharapkan mampu menjadi solusi dalam kerusakan umat yang kian memarah.

Seperti yang kita ketahui bersama, tantangan zaman yang terjadi di zaman ini, bukan hanya mempengaruhi kehidupan sosial kita pada umumnya, tapi juga kondisi kejiwaan, keimanan dan ketaqwaan kita dalam beragama Islam.

Tantangan zaman yang dibahas di atas tak luput dihadapi juga oleh mubaligh dalam menyampaikan substansi tabligh. Lalu apa saja tantangan tabligh itu? Bagaimanakah hakikat ghazwul fikri yang disebut sebagai tantangan tabligh? Dan bagaimanakah dampaknya terhadap peradaban masyarakat? Pada tulisan kali ini, penulis akan mencoba memaparkan hal-hal tersebut.

    B.   Ghazwul Fikri Sebagai Tantangan Tabligh

Secara etimologi atau kebahasaan, ghazwul fikri terdiri dari dua kata utama. Kata pertama adalah “ghazwul” dan kata kedua adalah “fikri”. Ghazwul berarti serangan, invasi, kudeta, atau hal-hal yang mendekati kata “perang”. Para ahli berpendapat bahwa ghazwul disini mengandung artian perang nonfisik, atau perang yang tidak menggunakan fisik sebahgai medianya. Hal itu tercermin dari pengertian kata selanjutnya yaitu fikri, yang mencakup artian “pemikiran”.

Ada banyak versi tentang latar belakang lahirnya ghazwul fikri. Salah satunya adalah peristiwa perang Salib berabad lalu dan perang antara Aljalzair dengan Uni Soviet. Peristiwa perang salib dengan kemenangan Islam menjadi tolak ukur kekuatan Islam, bahwa Islam tidak akan hancur diperangi secara fisik, begitu pula dengan peristiwa Uni Soviet menggempur Aljalzair dengan puluhan ribu bom, akan tetapi Aljalzair sebagai negara Islam masih berdiri tegak sampai sekarang, sedangkan Uni Soviet menjadi hancur beberapa negara, karena ketidakmampuannya dan keenggananya untuk menanggung hutang perang saat menggempur Aljalzair. Oleh karena itu tokoh Yahudi dan Nasrani memutar otak untuk menemukan strategi dalam menghancurkan Islam, maka dicetuskannya strategi ghazwul fikri itu. [3]

B.1. Metode Ghazwul Fikri Membatasi Supaya Islam Tidak Tersebar Luas

1.Tasykik adalah gerakan yang berupaya menciptakan keragu-raguan dan pendangkala. Gerakan ini berupaya menciptakan keraguan dan pendangkalan akidah kaum Muslimin terhadap agamanya. Misalnya, dengan terus-menerus menyerang (melecehkan) Al-Qur'an dan Hadits, melecehkan Nabi Muhammad Saw atau mengampanyekan bahwa hukum Islam tidak sesuai dengan tuntutan zaman.
2.Tasywih yakni gerakan yang berupaya menghilangkan kebanggaaan kaum Muslimin terhadap agamanya. Caranya, memberikan gambaran Islam secara buruk sehingga timbul rasa rendah diri di kalangan umat Islam. Di sini, mereka melakukan pencintraan negatif tentang agama dan ummat Islam lewat media massa dan lain-lain, sehingga Islam terkesan menyeramkan, kejam, sadis, radikal dan lain sebagainya.
3.Tadhlil atau penyesatan. Upaya orang kafir menyesatkan umat mulai dari cara yang halus sampai cara yang kasar.
4.Taghrib atau pembaratan. Gerakan yang sasarannya untuk mengeliminasi Islam, mendorong kaum muslimin agar mau menerima seluruh pemikiran dan perilaku barat , meskipun itu tidak sesuai dengan syariat dan identitas Islam.[4]

B.2. Media Massa sebagai Sarana Ghazwul Fikri: Cetak dan Elektronik
                                                                                             
Alat yang dianggap mudah dan penting bagi gerakan Ghazwul Fikri adalah kerusakan akhlak yang diakibatkan oleh berbagai program tayangan TV. Ghazwul Fikri adalah sebuah proyek besar perusak Islam yang dilancarkan berbagai media dalam TV.

Realitas suguhan acara televisi di negeri ini nyaris semuanya melanggar syari’at Islam. Begitu pendapat Abdurrahman Al-Mukaffi dalam bukunya ‘Kategori Acara TV dan Media Cetak Haram di Indonesia’. Celakanya, ummat yang mayoritas ini seolah tidak berdaya menghadapi sergapan ghazwul fikri yang dilancarkan musuh-musuh Islam lewat ‘kotak ajaib’ itu.

Kenapa Ghazwul Fikri disebut sebagai tantangan dakwah paling berbahaya? Sebab dibandingkan dengan kebatilan-kebatilan dalam bentuk lain, ghazwul fikri jauh lebih merusak dan menghancurkan bahkan secara permanen. Dibandingkan dengan perang fisik atau militer, maka Ghazwul fikri ini memiliki beberapa keunggulan, antara lain:

1.      Dana yang dibutuhkan tidak sebesar dana yang diperlukan untuk perang fisik.
2.      Sasaran ghazwul fikri tidak terbatas.
3.      Serangannya dapat mengenai siapa saja, dimana saja dan kapan saja.
4.      Tidak ada korban dari pihak penyerang.
5.      Sasaran yang diserang tidak merasakan bahwa sesungguhnya dirinya dalam kondisi diserang.
6.      Dampak yang dihasilkan sangat fatal dan berjangka panjang.
7.      Efektif dan efisien.

B.3. Target dan Sasaran Ghazwul Fikri

1.      Mencegah ruh Islam tersebar ke seluruh persada bumi
2.      Menyebarkan berbagai kebohongan tentang syari’at Islam
3.      Mengangkat segi-segi kelemahan yang ada di berbagai negara Islam dan                membebankannya kepada Islam
4.      Memberikan gambaran bahwa Islam agama kekerasan dan pertunpahan darah
5.      Menampilkan berbagai keistimewaan Islam sebagai kelemahannya 
6.      Menuduh Islam merusak daya cipta dan kecerdasan pengikutnya[5]

    C.   Peradaban Masyarakat  (Socio Culture)

Peradaban masyarakat mempengaruhi metode atau wasilah apa yang harus diambil dalam menyampaikan subtansi tabligh. Tidak jarang peradaban masyarakat menjadi hal yang krusial dalam tabligh. Alih-alih hendak menyampaikan kebenaran, mubaligh malah terjebak di tataran masyarakat yang justru tidak sependapat. Oleh karena itu, tabligh, dalam penyampaiannya haruslah mengetahui dulu peradaban apakah yang sedang dihadapi oleh mubaligh.

Dari wacana diatas, timbulah pertanyaan tentang apa yang dimaksud peradaban, apa itu masyarakat, faktor apa saja yang berperan dalam peradaban masyarakat dan bagaimana sangkut paut peradaban masyarakat dengan ghazwul fikri sebagai tantangan tabligh. Berikut pembahasannya.

C.1. Pengertian Peradaban Masyarakat (Socio Culture)

Peradaban suatu masyarakat sangat erat hubungannya dengan sosio-kultural (kebudayaan masyarakat), bahkan antara keduanya dapat disamakan, karena dengan kebudayaanlah masyarakat dapat dikatakan tinggi atau rendah peradabannya.[6]
Berikut kebudayaan menurut para ahli:
C.1.1. Selo Soemardjan & Soelaiman Soemardi
Kebudayaan adalah sistem pengetahuan yang meliputi sistem ide yang ada dalam pikiran manusia dalam pengalaman sehari hari yang sifatnya abstrak.

C.1.2. C.A Van Peursen
         Kebudayaan merupakan gejala manusiawi dari kegiatan berfikir (mitos, ideologi, dan ilmu), komunikasi (sistem masyarakat), kerja (ilmu alam dan teknologi), dan kegiatan-kegiatan lain yang lebih sederhana.

C.1.3. Larry A. Samovar & Richard E. Porter
Kebudayaan dapat berarti simpanan akumulatif dari pengetahuan, pengalaman, kepercayaan, nilai, sikap, makna, hirarki, agama, pilihan waktu, peranan, relasi ruang, konsep yang luas, dan objek material atau kepemilikan yang dimiliki dan dipertahankan oleh sekelompok orang atau suatu generasi.

C.1.4. Iris Varner & Linda Beamer
Kebudayaan adalah sebagai pandangan yang koheren tentang sesuatu yang dipelajari, yang dibagi, atau yang dipertukarkan oleh sekelompok orang[7]
C.2. Faktor Yang mempengaruhi Peradaban
           
Peradaban atau kebudayaan masyarakat dapat dipengaruhi beberapa faktor, diantaranya:

C.2.1. Letak Geografis
Faktor pertama ini mencakup keadaan tempat tinggal atau lingkungan suatu masyarakat. Masyarakat yang tinggal di daerah geografi yang beriklim tropis akan berbeda peradabannya dengan masyarakat yang tinggal di iklim sub-tropis. Contohnya, peradaban masyarakat Mesir yang memiliki aliran sungai Nil dan masyarakat Indonesia dikenal sebagai Negara maritim karena sebagian besar wilayahnya adalah laut. Tentulah kebudayaan dan peradaban antara keduanya akan berbeda.

C.2.1. Keturunan
           Keturunan juga mempengaruhi peradaban masyarakat. Bagaimanapun, keturunan, misalnya saja, Melayu dan Eropa akan memiliki perbedaan yang mendasar dala masing-masing ndividunya. Karena budaya yang berkembang secara turun-temurunpun berbeda, meski tak disangkali ada titik-titik yang bersinggungan antara keduanya.[8]

C.3. Ghazwul Fikri Pengaruhi Paradaban

Seperti yang diungkapkan pada awal tulisan, ghazwul fikri yang dilemparkan oleh pembenci Islam menuai dampak yang cukup besar bagi Islam. Yang terjadi dalam ghazwul fikri akan mengakibatkan sesuatu yang lebih besar dari sekedar pemikiran. Akibat yang lebih besar itu adalah ghazwul tsaqafi atau perang kebudayaan.

Ghazwul Fikri merupakan bagian yang tak terpisahkan dari uslub qital (metode perang) yang bertujuan menjauhkan umat Islam dari agamanya. Ia adalah penyempurnaan, alternatif, dan penggandaan cara peperangan dan penyerbuan mereka terhadap dunia Islam.[9]

Pengaruh Ghazwul Tsaqafi ini menjadikan masyarakat menganggap bahwa tren yang dibuat oleh masyarakat luar adalah wajib untuk diikuti, tanpa melihat baik dan buruk dampak tren tersebut. Pada saat ini, bukan hanya tren makanan, gaya busana dan cara memperoleh kesenangan (atau yang dikenal dengan 3F) yang latah diikuti masyarakat Indonesia yang khususnya umat Islam. Tapi juga tren ber-gadget dan berinternet.

C.4. Kehati-hatian Umat dalam Mengasimilasi Budaya

Dari paparan di atas, jelas sekali bahwa umat Islam di Indonesia harus berhati-hati dalam mengasimilasi budaya luar. Perlu digarisbawahi bahwa budaya adalah cerminan dari kebiasaan. Dan kebiasaan adalah sesuatu yang sulit diubah. Sekali kita terjerumus dalam budaya luar yang melenakan tanpa manfaat, kita akan merasa di atas awan dan tak mau turun karena kesenangan dunia yang kita dapatkan.

Ummat Islam harus belajar tentang Islam lebih mendalam. Sehingga keragu-raguan yang disematkan para perusak Islam tidak mempan pada diri kita. Negara ini juga perlu budaya yang luhur, berbudi dan memiliki idealism budaya sendiri. Sebab apabila tidak, tantangan Gzawul Fikri akan kian mengganas menggerogoti diri, agama dan Negara.

Jangan biarkan idealism yang tidak bermanfaat masuk ke tubuh orang Islam Indonesia. Kalaupun ada asimilasi, ummat harus hati-hati menentukan apa yang hendak diambil sesudah filtrasi budaya terlaksana.

Ingatlah bahwa masa ini adalah masa yang berat bagi umat yang ingin mempertahankan idealisme Islam, khittah Islam dan budaya Islam. Perkuat kekokohan iman dan pemikiran dalam diri sehingga ketika sekelompok orang yang henda memberangus ketauhidan kita datang, kita sudah siap melawan dengan budaya, ideologi dan idealisme Islam sendiri. Wa’allahu ‘alamu wa bi shawab.
           
           



[1] . Membumikan Al-Qur’an, Dr. M. Quraish Shihab h. 211
[2] . Metodologi Dakwah Kepada Suku Terasing, Team Proyek Penerangan Bimbingan dan Dakwah Agama Islam Dept. Agama RI
[3] . Disarikan dari pelbagai sumber, diskusi umum, dll.
[4] . Disarikan dari Pengantar Memahami AL-Ghazwu Al-Fikri, Abu Ridha
[5] . AL-Ghazwu Al-Fikri dalam Sorotan Islam, Daud Rasyid, M.A. Metode merusak akhlaq dari Barat, Prof. Abdul Rahman H. Habanakah.
[6]. Dasar-dasar Strategi Dakwah Islam, Asmuni Syukir.
[7]. http://carapedia.com/pengertian_definisi_kebudayaan_menurut_para_ahli_info495.html
[8] . Disarikan dari Dasar-dasar Strategi Dakwah Islam, Asmuni Syukir.
[9] . Pengantar Memahami AL-Ghazwu Al-Fikri, Abu Ridha

Menyoal Asmaul Husna Menurut ESQ

 

 
Selama 12 tahun berdiri ESQ dianggap telah banyak menyumbangkan konsep untuk memperoleh jalan yang membawa manusia dalam mengoptimalkan 3 potensi yang ada di dirinya untuk memperoleh karakter yang tangguh, peningkatan produktivitas sekaligus melahirkan kehidupan yang bahagia dan penuh makna. Tidak hanya mencakupi kehidupan sosial, Ary Ginanjar, pendiri ESQ banyak merumuskan konsep yang juga berkenaan dengan kehidupan spiritualis. Salah satu dari konsep spiritualis ini adalah konsep pemahaman Asmaul Husna.

Ummat Islam sejak zaman dahulu telah mengenal bahwa mereka memiliki ketauhidan yang tidak hanya dirumuskan dalam persepsi Tauhid Rububiyah dan Tauhid Uluhiyah, tapi juga dirumuskan melalui Tauhid Asma wa Syifaa. Mungkin karena sebab inilah ESQ mengusung Asmaul Husna dalam konsep yang ditawarkannya. Berikut sebuah artikel pendek dari official web ESQ mengenai Asmaul Husna yang merupakan gambaran Asmaul Husna menurut konsep ESQ:
                                                        
Asmaul Husna
Allah memiliki nama-nama yang baik yang disebut dengan Asmaul Husna. Rasulullah SAW menjelaskan bahwa al-Asma al-Husna ini jumlahnya ada 99, karena Allah menyukai bilangan yang ganjil.

Sesungguhnya Allah mempunyai sembilan puluh sembilan nama, yaitu seratus kurang satu. Barangsiapa menghitungnya, niscaya ia masuk surga. (H.R. Bukhari dan Muslim)
Sembilan puluh sembilan nama tersebut menggambarkan betapa baiknya Allah. Nama-nama dalam Asmaul Husna ini, Allah sendirilah yang menciptakannya.

Dia-lah Allah yang Menciptakan, yang Mengadakan, yang Membentuk Rupa, yang Mempunyai Nama-Nama yang Paling baik. Bertasbih kepada-Nya apa yang ada di langit dan di bumi. Dan Dia-lah yang Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana. (QS. Al-Hasyr: 24)

Sebutlah nama-nama Allah, dalam setiap zikir dan doa kita. Jika kita memohon diberi petunjuk, sebutlah nama Al-Hâdi (Maha Pemberi Petunjuk). Jika kita mohon diberi sifat kasih sayang, sebutlah nama Ar-Rahmân (Maha Pengasih). Semoga doa kita akan semakin makbul. Anjuran untuk menggunakan Asmaul Husna dalam berzikir dan berdoa, diterangkan oleh Allah SWT dalam Al-Quran.

Hanya milik Allah asmaul husna, maka bermohonlah kepada-Nya dengan menyebut asmaul husna itu dan tinggalkanlah orang-orang yang menyimpang dari kebenaran dalam (menyebut) nama-nama-Nya. Nanti mereka akan mendapat balasan terhadap apa yang telah mereka kerjakan. (QS. Al-A’râf: 180)

Asmaul Husna hanya milik Allah SWT. Manusia sebagai makhluk-Nya hanya dapat memahami, mempelajari, dan meniru kandungan makna dari nama yang baik tersebut dalam kehidupan sehari-hari.[1]


Maka dapat disimpulkan bahwa inti dari Asmaul Husna menurut ESQ ada pada paragraf akhir, yaitu: “Asmaul Husna hanya milik Allah SWT. Manusia sebagai makhluk-Nya hanya dapat memahami, mempelajari, dan meniru kandungan makna dari nama yang baik tersebut dalam kehidupan sehari-hari.”

Dengan kata lain, konsep Asmaul Husna menurut ESQ mencerminkan bahwa manusia dapat bukan hanya dapat memahami atau mempelajari, tapi juga meniru apa-apa yang ada dalam Asmaul Husna. Dalam konteks ini, manusia dapat juga menyerupai atau memiliki apa-apa yang dimiliki Allah dalam Asmaul Husna. Ada sifat-sifat yang diadopsi dari Dzat Allah hingga laik disebut sifat manusia.[2]

Ambil saja salah satu contohnya Al-Baari’, Yang Maha Mengadakan dari yang Tiada. Dalam Asmaul HUsna, Dzat Allah tersebut berarti Yang Maha Mengadakan dari yang Tiada sedang bagi sifat manusia yang meniru Dzat Allah, arti Al-Baari’ adalah Discovery, atau menemukan sesuata yang baru, seperti laiknya Marconi menemukan radio.

Konsep yang pernah dipermasalahkan oleh Amin Djamaluddin, seorang pakar di MUI dan Bernard Abdul Jabbar ini, menjelaskan bahwa Dzat Allah dalam Asmaul Husna harus manusia tiru dan teladani. Jadi, ada sisi yang dapat dicapai manusia dalam Dzat Tuhannya.
ESQ sendiri tidak menegaskan bahwa manusia dapat meniru Tuhannya, Alah SWT. ESQ hanya memberikan konsep bahwa ada Dzat Allah yang dapat disifati oleh manusia. [3] ESQ juga menyarankan bahwa Asmaul Husna sebaiknuya dihafal dan dibaca saat berdoa.



No
Nama
Arti
Antara lain
terdapat dalam
1
ar-Rahmaan
Yang Maha Pemurah
Al-Faatihah: 3
2
ar-Rahiim
Yang Maha Pengasih
Al-Faatihah: 3
3
al-Malik
Maha Raja
Al-Mu’minuun: 11
4
al-Qudduus
Maha Suci
Al-Jumu’ah: 1
5
as-Salaam
Maha Sejahtera
Al-Hasyr: 23
6
al-Mu’min
Yang Maha Terpercaya
Al-Hasyr: 23
7
al-Muhaimin
Yang Maha Memelihara
Al-Hasyr: 23
8
al-’Aziiz
Yang Maha gagah

Aali ‘Imran: 62
9
al-Jabbaar
Yang Maha Perkasa
Al-Hasyr: 23
10
al-Mutakabbir
Yang Memiliki Kebesaran
Al-Hasyr: 23
11
al-Khaaliq
Yang Maha Pencipta
Ar-Ra’d: 16
12
al-Baari’
Yang Mengadakan dari Tiada
Al-Hasyr: 24
13
al-Mushawwir
Yang Membuat Bentuk
Al-Hasyr: 24
14
al-Ghaffaar
Yang Maha Pengampun
Al-Baqarah: 235
15
al-Qahhaar
Yang Maha Perkasa
Ar-Ra’d: 16
16
al-Wahhaab
Yang Maha Pemberi
Aali ‘Imran: 8
17
ar-Razzaq
Yang Maha Pemberi Rezki
Adz-Dzaariyaat: 58
18
al-Fattaah
Yang Maha Membuka (Hati)
Sabaa’: 26
19
al-’Aliim
Yang Maha Mengetahui
Al-Baqarah: 29
20
al-Qaabidh
Yang Maha Pengendali
Al-Baqarah: 245
21
al-Baasith
Yang Maha Melapangkan
Ar-Ra’d: 26
22
al-Khaafidh
Yang Merendahkan
Hadits at-Tirmizi
23
ar-Raafi’
Yang Meninggikan
Al-An’aam: 83
24
al-Mu’izz
Yang Maha Terhormat
Aali ‘Imran: 26
25
al-Mudzdzill
Yang Maha Menghinakan
Aali ‘Imran: 26
26
as-Samii’
Yang Maha Mendengar
Al-Israa’: 1
27
al-Bashiir
Yang Maha Melihat
Al-Hadiid: 4
28
al-Hakam
Yang Memutuskan Hukum
Al-Mu’min: 48
29
al-’Adl
Yang Maha Adil
Al-An’aam: 115
30
al-Lathiif
Yang Maha Lembut
Al-Mulk: 14
31
al-Khabiir
Yang Maha Mengetahui
Al-An’aam: 18
32
al-Haliim
Yang Maha Penyantun
Al-Baqarah: 235
33
al-’Azhiim
Yang Maha Agung
Asy-Syuura: 4
34
al-Ghafuur
Yang Maha Pengampun
Aali ‘Imran: 89
35
asy-Syakuur
Yang Menerima Syukur
Faathir: 30
36
al-’Aliyy
Yang Maha Tinggi
An-Nisaa’: 34
37
al-Kabiir
Yang Maha Besar
Ar-Ra’d: 9
38
al-Hafiizh
Yang Maha Penjaga
Huud: 57
39
al-Muqiit
Yang Maha Pemelihara
An-Nisaa’: 85
40
al-Hasiib
Yang Maha Pembuat Perhitungan
An-Nisaa’: 6
41
al-Jaliil
Yang Maha Luhur
Ar-Rahmaan: 27
42
al-Kariim
Yang Maha Mulia
An-Naml: 40
43
ar-Raqiib
Yang Maha Mengawasi
Al-Ahzaab: 52
44
al-Mujiib
Yang Maha Mengabulkan
Huud: 61
45
al-Waasi’
Yang Maha Luas
Al-Baqarah: 268
46
al-Hakiim
Yang Maha Bijaksana
Al-An’aam: 18
47
al-Waduud
Yang Maha Mengasihi
Al-Buruuj: 14
48
al-Majiid
Yang Maha Mulia
Al-Buruuj: 15
49
al-Baa’its
Yang Membangkitkan
Yaasiin: 52
50
asy-Syahiid
Yang Maha Menyaksikan
Al-Maaidah: 117
51
al-Haqq
Yang Maha Benar
Thaahaa: 114
52
al-Wakiil
Yang Maha Pemelihara
Al-An’aam: 102
53
al-Qawiyy
Yang Maha Kuat
Al-Anfaal: 52
54
al-Matiin
Yang Maha Kokoh
Adz-Dzaariyaat: 58
55
al-Waliyy
Yang Maha Melindungi
An-Nisaa’: 45
56
al-Hamiid
Yang Maha Terpuji
An-Nisaa’: 131
57
al-Muhshi
Yang Maha Menghitung
Maryam: 94
58
al-Mubdi’
Yang Maha Memulai
Al-Buruuj: 13
59
al-Mu’id
Yang Maha Mengembalikan
Ar-Ruum: 27
60
al-Muhyi
Yang Maha Menghidupkan
Ar-Ruum: 50
61
al-Mumiit
Yang Maha Mematikan
Al-Mu’min: 68
62
al-Hayy
Yang Maha Hidup
Thaahaa: 111
63
al-Qayyuum
Yang Maha Mandiri
Thaahaa: 11
64
al-Waajid
Yang Maha Menemukan
Adh-Dhuhaa: 6-8
65
al-Maajid
Yang Maha Mulia
Huud: 73
66
al-Waahid
Yang Maha Tunggal
Al-Baqarah: 133
67
al-Ahad
Yang Maha Esa
Al-Ikhlaas: 1
68
ash-Shamad
Yang Maha Dibutuhkan
Al-Ikhlaas: 2
69
al-Qaadir
Yang Maha Kuat
Al-Baqarah: 20
70
al-Muqtadir
Yang Maha Berkuasa
Al-Qamar: 42
71
al-Muqqadim
Yang Maha Mendahulukan
Qaaf: 28
72
al-Mu’akhkhir
Yang Maha Mengakhirkan
Ibraahiim: 42
73
al-Awwal
Yang Maha Permulaan
Al-Hadiid: 3
74
al-Aakhir
Yang Maha Akhir
Al-Hadiid: 3
75
azh-Zhaahir
Yang Maha Nyata
Al-Hadiid: 3
76
al-Baathin
Yang Maha Gaib
Al-Hadiid: 3
77
al-Waalii
Yang Maha Memerintah
Ar-Ra’d: 11
78
al-Muta’aalii
Yang Maha Tinggi
Ar-Ra’d: 9
79
al-Barr
Yang Maha Dermawan
Ath-Thuur: 28
80
at-Tawwaab
Yang Maha Penerima Taubat
An-Nisaa’: 16
81
al-Muntaqim
Yang Maha Penyiksa
As-Sajdah: 22
82
al-’Afuww
Yang Maha Pemaaf
An-Nisaa’: 99
83
ar-Ra’uuf
Yang Maha Pengasih
Al-Baqarah: 207
84
Maalik al-Mulk
Yang Mempunyai Kerajaan
Aali ‘Imran: 26
85
Zuljalaal wa al-’Ikraam
Yang Maha Memiliki Kebesaran serta Kemuliaan
Ar-Rahmaan: 27
86
al-Muqsith
Yang Maha Adil
An-Nuur: 47
87
al-Jaami’
Yang Maha Pengumpul
Sabaa’: 26
88
al-Ghaniyy
Yang Maha Kaya
Al-Baqarah: 267
89
al-Mughnii
Yang Maha Mencukupi
An-Najm: 48
90
al-Maani’
Yang Maha Mencegah
Hadits at-Tirmizi
91
adh-Dhaarr
Yang Maha Pemberi Derita
Al-An’aam: 17
92
an-Naafi’
Yang Maha Pemberi Manfaat
Al-Fath: 11
93
an-Nuur
Yang Maha Bercahaya
An-Nuur: 35
94
al-Haadii
Yang Maha Pemberi Petunjuk
Al-Hajj: 54
95
al-Badii’
Yang Maha Pencipta
Al-Baqarah: 117
96
al-Baaqii
Yang Maha Kekal
Thaahaa: 73
97
al-Waarits
Yang Maha Mewarisi
Al-Hijr: 23
98
ar-Rasyiid
Yang Maha Pandai
Al-Jin: 10
99
ash-Shabuur
Yang Maha Sabar
Hadits at-Tirmizi



[1]. Artikel pendek dari http://gerakjalanesq.wordpress.com/2008/05/09/99-asmaul-husna-nama-nama-Allah
[2]. Hasil wawancara dan diskusi seorang Trainer ESQ Bandung yang menolak disebutkan namanya
[3]. Hasil wawancara dan diskusi seorang Trainer ESQ Bandung yang menolak disebutkan namanya