Ketika Ratu Bertabligh...
Blog ini adalah media tabligh yang digunakan Ratu Tresna Ning Gusti dalam pemenuhan tugas Dasar-Dasar Ilmu Tabligh :) Happy Spread Dakwah!
Minggu, 24 Maret 2013
Selasa, 01 Mei 2012
Ghazwu Fiqr Sebagai Tantangan Tabligh
A.
Agama
dan Tabligh
Hidup manusia bagaikan
lalu lintas, masing-masing ingin berjalan dengan selamat sekaligus cepat sampai
ke tujuan. Namun karena kepentingan mereka berlain-lainan, apabila tidak ada
peraturan lalu lintas kehidupan, pasti akan terjadi benturan dan tabrakan.
Dengan demikian,
manusia membutuhkan peraturan, demi lancarnya lalu lintas kehidupannya. Manusia
membutuhkan rambu-rambu lalu lintas yang akan memberinya petunjuk, seperti
kapan ia harus berhenti (lampu merah) harus hati-hati dan lampu hijau (silahkan
jalan), dan sebagainya.[1]
Aturan-aturan lalu
lintas kehidupan itu adalah agama. Pembuatnya adalah Allah SWT. Segala
keteraturan itu membuat manusia menjadi terarah dan sesuai alur pada tujuan
yang ditempuhnya.
Sayangnya, pada zaman
yang serba modern ini, banyak dari kalangan umat muslim yang sudah meninggalkan
Islam, yang hakikatnya adalah petunjuk dalam kehidupan. Pun umat Islam elakukan
apa-apa yang seharusnya tidak dilakukan dan dilarang oleh agama, juga melakukan
banyak dosa yang terus-menerus tanpa taubat.
Melihat keadaan seperti
demikian, kita selaku pelaku pendidikan yang berbasis agama, tentulah harus melakukan
sesuatu untuk umat ini. Misalnya dengan kegiatan akademis yang
meliputi dakwah.
Dakwah yang hakikatnya adalah
setiap usaha yang mengarah untuk memperbaiki suasana kehidupan yang lebih baik
dan laik, sesuai dengan kehendak dan tuntutan kebenaran[2]
dianggap mampu menjadi solusi dalam masalah yang terjadi dewasa ini. Dakwah
dapat terbagi dalam: Irsyad (bimbingan penyuluhan Islam), Tadbir (manajemen
dakwah), Tatwir (pengembangan Masyarakat Islam) dan Tabligh (Penyiaran Islam).
Tabligh sebagai bagian
dari dakwah merupakan salah satu cara kita untuk memerangi kemunkaran yang
merebak di zaman ini. Melalui metode-metode yang nanti akan disampaikan,
tabligh diharapkan mampu menjadi solusi dalam kerusakan umat yang kian memarah.
Seperti yang kita
ketahui bersama, tantangan zaman yang terjadi di zaman ini, bukan hanya
mempengaruhi kehidupan sosial kita pada umumnya, tapi juga kondisi kejiwaan,
keimanan dan ketaqwaan kita dalam beragama Islam.
Tantangan zaman yang
dibahas di atas tak luput dihadapi juga oleh mubaligh dalam menyampaikan
substansi tabligh. Lalu apa saja tantangan tabligh itu? Bagaimanakah hakikat
ghazwul fikri yang disebut sebagai tantangan tabligh? Dan bagaimanakah
dampaknya terhadap peradaban masyarakat? Pada tulisan kali ini, penulis akan mencoba
memaparkan hal-hal tersebut.
B.
Ghazwul
Fikri Sebagai Tantangan Tabligh
Secara etimologi atau
kebahasaan, ghazwul fikri terdiri dari dua kata utama. Kata pertama adalah
“ghazwul” dan kata kedua adalah “fikri”. Ghazwul berarti serangan, invasi,
kudeta, atau hal-hal yang mendekati kata “perang”. Para ahli berpendapat bahwa
ghazwul disini mengandung artian perang nonfisik, atau perang yang tidak
menggunakan fisik sebahgai medianya. Hal itu tercermin dari pengertian kata selanjutnya
yaitu fikri, yang mencakup artian “pemikiran”.
Ada banyak versi
tentang latar belakang lahirnya ghazwul fikri. Salah satunya adalah peristiwa
perang Salib berabad lalu dan perang antara Aljalzair dengan Uni Soviet. Peristiwa perang salib dengan kemenangan
Islam menjadi tolak ukur kekuatan Islam, bahwa Islam tidak akan hancur diperangi
secara fisik, begitu pula dengan peristiwa Uni Soviet menggempur Aljalzair dengan puluhan ribu bom, akan
tetapi
Aljalzair sebagai negara
Islam masih berdiri tegak sampai sekarang, sedangkan Uni Soviet menjadi hancur
beberapa negara, karena ketidakmampuannya dan keenggananya untuk menanggung
hutang perang saat menggempur Aljalzair. Oleh karena itu tokoh Yahudi dan Nasrani
memutar otak untuk menemukan strategi dalam menghancurkan Islam, maka
dicetuskannya strategi ghazwul fikri itu. [3]
B.1.
Metode Ghazwul Fikri Membatasi Supaya Islam Tidak Tersebar Luas
1.Tasykik adalah gerakan yang berupaya
menciptakan keragu-raguan dan pendangkala.
Gerakan ini berupaya menciptakan keraguan dan pendangkalan akidah kaum Muslimin
terhadap agamanya. Misalnya, dengan terus-menerus menyerang (melecehkan)
Al-Qur'an dan Hadits, melecehkan Nabi Muhammad Saw atau mengampanyekan bahwa
hukum Islam tidak sesuai dengan tuntutan zaman.
2.Tasywih yakni gerakan yang
berupaya menghilangkan kebanggaaan kaum Muslimin terhadap agamanya. Caranya,
memberikan gambaran Islam secara buruk sehingga timbul rasa rendah diri di
kalangan umat Islam. Di sini, mereka melakukan pencintraan negatif tentang
agama dan ummat Islam lewat media massa dan lain-lain, sehingga Islam terkesan
menyeramkan, kejam, sadis, radikal dan lain sebagainya.
3.Tadhlil atau penyesatan. Upaya orang kafir
menyesatkan umat mulai dari cara yang halus sampai cara yang kasar.
4.Taghrib atau pembaratan. Gerakan yang
sasarannya untuk mengeliminasi Islam, mendorong kaum muslimin agar mau menerima
seluruh pemikiran dan perilaku barat , meskipun itu tidak sesuai dengan syariat
dan identitas Islam.[4]
B.2.
Media Massa sebagai Sarana Ghazwul Fikri: Cetak dan Elektronik
Alat yang dianggap mudah dan penting
bagi gerakan Ghazwul Fikri adalah kerusakan akhlak yang diakibatkan oleh
berbagai program tayangan TV. Ghazwul Fikri adalah
sebuah proyek besar perusak Islam yang dilancarkan berbagai media dalam TV.
Realitas suguhan acara televisi di
negeri ini nyaris semuanya melanggar syari’at Islam. Begitu pendapat Abdurrahman
Al-Mukaffi dalam bukunya ‘Kategori Acara TV dan Media Cetak Haram di Indonesia’.
Celakanya, ummat yang mayoritas ini seolah tidak berdaya menghadapi sergapan
ghazwul fikri yang dilancarkan musuh-musuh Islam lewat ‘kotak ajaib’ itu.
Kenapa Ghazwul Fikri disebut sebagai
tantangan dakwah paling berbahaya? Sebab dibandingkan dengan kebatilan-kebatilan
dalam bentuk lain, ghazwul fikri jauh lebih merusak dan menghancurkan bahkan
secara permanen. Dibandingkan dengan perang fisik atau militer, maka Ghazwul
fikri ini memiliki beberapa keunggulan, antara lain:
1. Dana yang dibutuhkan tidak sebesar
dana yang diperlukan untuk perang fisik.
2. Sasaran ghazwul fikri tidak
terbatas.
3. Serangannya dapat mengenai siapa
saja, dimana saja dan kapan saja.
4. Tidak ada korban dari pihak
penyerang.
5. Sasaran yang diserang tidak
merasakan bahwa sesungguhnya dirinya dalam kondisi diserang.
6. Dampak yang dihasilkan sangat fatal
dan berjangka panjang.
7. Efektif dan efisien.
B.3.
Target dan Sasaran Ghazwul Fikri
1. Mencegah ruh Islam tersebar ke
seluruh persada bumi
2. Menyebarkan berbagai kebohongan
tentang syari’at Islam
3. Mengangkat segi-segi kelemahan yang
ada di berbagai negara Islam dan membebankannya kepada Islam
4. Memberikan gambaran bahwa Islam
agama kekerasan dan pertunpahan darah
5. Menampilkan berbagai keistimewaan
Islam sebagai kelemahannya
6. Menuduh Islam merusak daya cipta dan
kecerdasan pengikutnya[5]
C.
Peradaban
Masyarakat (Socio Culture)
Peradaban masyarakat
mempengaruhi metode atau wasilah apa yang harus diambil dalam menyampaikan
subtansi tabligh. Tidak jarang peradaban masyarakat menjadi hal yang krusial
dalam tabligh. Alih-alih hendak menyampaikan kebenaran, mubaligh malah terjebak
di tataran masyarakat yang justru tidak sependapat. Oleh karena itu, tabligh,
dalam penyampaiannya haruslah mengetahui dulu peradaban apakah yang sedang
dihadapi oleh mubaligh.
Dari wacana diatas,
timbulah pertanyaan tentang apa yang dimaksud peradaban, apa itu masyarakat,
faktor apa saja yang berperan dalam peradaban masyarakat dan bagaimana sangkut
paut peradaban masyarakat dengan ghazwul fikri sebagai tantangan tabligh.
Berikut pembahasannya.
C.1.
Pengertian Peradaban Masyarakat (Socio Culture)
Peradaban
suatu masyarakat sangat erat hubungannya dengan sosio-kultural (kebudayaan
masyarakat), bahkan antara keduanya dapat disamakan, karena dengan
kebudayaanlah masyarakat dapat dikatakan tinggi atau rendah peradabannya.[6]
Berikut
kebudayaan menurut para ahli:
C.1.1.
Selo Soemardjan & Soelaiman Soemardi
Kebudayaan adalah sistem
pengetahuan yang meliputi sistem ide yang ada dalam pikiran manusia dalam
pengalaman sehari hari yang sifatnya abstrak.
C.1.2.
C.A Van Peursen
Kebudayaan
merupakan gejala manusiawi dari kegiatan berfikir (mitos, ideologi, dan ilmu),
komunikasi (sistem masyarakat), kerja (ilmu alam dan teknologi), dan
kegiatan-kegiatan lain yang lebih sederhana.
C.1.3. Larry A. Samovar & Richard
E. Porter
Kebudayaan dapat berarti simpanan
akumulatif dari pengetahuan, pengalaman, kepercayaan, nilai, sikap, makna,
hirarki, agama, pilihan waktu, peranan, relasi ruang, konsep yang luas, dan
objek material atau kepemilikan yang dimiliki dan dipertahankan oleh sekelompok
orang atau suatu generasi.
C.1.4.
Iris Varner & Linda Beamer
Kebudayaan adalah sebagai
pandangan yang koheren tentang sesuatu yang dipelajari, yang dibagi, atau yang
dipertukarkan oleh sekelompok orang[7]
C.2.
Faktor Yang mempengaruhi Peradaban
Peradaban atau
kebudayaan masyarakat dapat dipengaruhi beberapa faktor, diantaranya:
C.2.1.
Letak Geografis
Faktor
pertama ini mencakup keadaan tempat tinggal atau lingkungan suatu masyarakat.
Masyarakat yang tinggal di daerah geografi yang beriklim tropis akan berbeda
peradabannya dengan masyarakat yang tinggal di iklim sub-tropis. Contohnya,
peradaban masyarakat Mesir yang memiliki aliran sungai Nil dan masyarakat
Indonesia dikenal sebagai Negara maritim karena sebagian besar wilayahnya
adalah laut. Tentulah kebudayaan dan peradaban antara keduanya akan berbeda.
C.2.1.
Keturunan
Keturunan juga
mempengaruhi peradaban masyarakat. Bagaimanapun, keturunan, misalnya saja,
Melayu dan Eropa akan memiliki perbedaan yang mendasar dala masing-masing
ndividunya. Karena budaya yang berkembang secara turun-temurunpun berbeda,
meski tak disangkali ada titik-titik yang bersinggungan antara keduanya.[8]
C.3.
Ghazwul Fikri Pengaruhi Paradaban
Seperti
yang diungkapkan pada awal tulisan, ghazwul fikri yang dilemparkan oleh
pembenci Islam menuai dampak yang cukup besar bagi Islam. Yang terjadi dalam
ghazwul fikri akan mengakibatkan sesuatu yang lebih besar dari sekedar
pemikiran. Akibat yang lebih besar itu adalah ghazwul tsaqafi atau perang
kebudayaan.
Ghazwul Fikri
merupakan bagian yang tak terpisahkan dari uslub qital (metode perang)
yang bertujuan menjauhkan umat Islam dari agamanya. Ia adalah penyempurnaan,
alternatif, dan penggandaan cara peperangan dan penyerbuan mereka terhadap
dunia Islam.[9]
Pengaruh
Ghazwul Tsaqafi ini menjadikan masyarakat menganggap bahwa tren yang dibuat
oleh masyarakat luar adalah wajib untuk diikuti, tanpa melihat baik dan buruk
dampak tren tersebut. Pada saat ini, bukan hanya tren makanan, gaya busana dan
cara memperoleh kesenangan (atau yang dikenal dengan 3F) yang latah diikuti
masyarakat Indonesia yang khususnya umat Islam. Tapi juga tren ber-gadget dan
berinternet.
C.4. Kehati-hatian Umat
dalam Mengasimilasi Budaya
Dari
paparan di atas, jelas sekali bahwa umat Islam di Indonesia harus berhati-hati
dalam mengasimilasi budaya luar. Perlu digarisbawahi bahwa budaya adalah
cerminan dari kebiasaan. Dan kebiasaan adalah sesuatu yang sulit diubah. Sekali
kita terjerumus dalam budaya luar yang melenakan tanpa manfaat, kita akan
merasa di atas awan dan tak mau turun karena kesenangan dunia yang kita
dapatkan.
Ummat
Islam harus belajar tentang Islam lebih mendalam. Sehingga keragu-raguan yang
disematkan para perusak Islam tidak mempan pada diri kita. Negara ini juga
perlu budaya yang luhur, berbudi dan memiliki idealism budaya sendiri. Sebab
apabila tidak, tantangan Gzawul Fikri akan kian mengganas menggerogoti diri,
agama dan Negara.
Jangan
biarkan idealism yang tidak bermanfaat masuk ke tubuh orang Islam Indonesia.
Kalaupun ada asimilasi, ummat harus hati-hati menentukan apa yang hendak
diambil sesudah filtrasi budaya terlaksana.
Ingatlah
bahwa masa ini adalah masa yang berat bagi umat yang ingin mempertahankan
idealisme Islam, khittah Islam dan budaya Islam. Perkuat kekokohan iman dan
pemikiran dalam diri sehingga ketika sekelompok orang yang henda memberangus
ketauhidan kita datang, kita sudah siap melawan dengan budaya, ideologi dan
idealisme Islam sendiri. Wa’allahu ‘alamu
wa bi shawab.
[1] . Membumikan Al-Qur’an, Dr. M.
Quraish Shihab h. 211
[2] . Metodologi Dakwah Kepada Suku
Terasing, Team Proyek Penerangan Bimbingan dan Dakwah Agama Islam Dept. Agama
RI
[3] . Disarikan dari pelbagai sumber,
diskusi umum, dll.
[4]
. Disarikan dari Pengantar Memahami
AL-Ghazwu Al-Fikri, Abu Ridha
[5]
. AL-Ghazwu Al-Fikri
dalam Sorotan Islam, Daud Rasyid, M.A. Metode merusak akhlaq dari Barat, Prof.
Abdul Rahman H. Habanakah.
[6]. Dasar-dasar Strategi Dakwah
Islam, Asmuni Syukir.
[7].
http://carapedia.com/pengertian_definisi_kebudayaan_menurut_para_ahli_info495.html
[8]
. Disarikan dari Dasar-dasar
Strategi Dakwah Islam, Asmuni Syukir.
[9]
. Pengantar Memahami
AL-Ghazwu Al-Fikri, Abu Ridha
Menyoal Asmaul Husna Menurut ESQ
Selama
12 tahun berdiri ESQ dianggap telah banyak menyumbangkan konsep untuk
memperoleh jalan yang membawa manusia dalam mengoptimalkan 3 potensi yang ada
di dirinya untuk memperoleh karakter yang tangguh, peningkatan produktivitas
sekaligus melahirkan kehidupan yang bahagia dan penuh makna. Tidak hanya
mencakupi kehidupan sosial, Ary Ginanjar, pendiri ESQ banyak merumuskan konsep
yang juga berkenaan dengan kehidupan spiritualis. Salah satu dari konsep
spiritualis ini adalah konsep pemahaman Asmaul Husna.
Ummat
Islam sejak zaman dahulu telah mengenal bahwa mereka memiliki ketauhidan yang
tidak hanya dirumuskan dalam persepsi Tauhid Rububiyah dan Tauhid Uluhiyah, tapi
juga dirumuskan melalui Tauhid Asma wa Syifaa. Mungkin karena sebab inilah ESQ
mengusung Asmaul Husna dalam konsep yang ditawarkannya. Berikut sebuah artikel
pendek dari official web ESQ mengenai Asmaul Husna yang merupakan gambaran Asmaul
Husna menurut konsep ESQ:
Asmaul
Husna
Allah memiliki nama-nama
yang baik yang disebut dengan Asmaul Husna. Rasulullah SAW menjelaskan bahwa
al-Asma al-Husna ini jumlahnya ada 99, karena Allah menyukai bilangan yang
ganjil.
Sesungguhnya Allah
mempunyai sembilan puluh sembilan nama, yaitu seratus kurang satu. Barangsiapa
menghitungnya, niscaya ia masuk surga. (H.R.
Bukhari dan Muslim)
Sembilan puluh sembilan
nama tersebut menggambarkan betapa baiknya Allah. Nama-nama dalam Asmaul Husna
ini, Allah sendirilah yang menciptakannya.
Dia-lah Allah yang
Menciptakan, yang Mengadakan, yang Membentuk Rupa, yang Mempunyai Nama-Nama
yang Paling baik. Bertasbih kepada-Nya apa yang ada di langit dan di bumi. Dan
Dia-lah yang Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana. (QS. Al-Hasyr: 24)
Sebutlah nama-nama Allah,
dalam setiap zikir dan doa kita. Jika kita memohon diberi petunjuk, sebutlah
nama Al-Hâdi (Maha Pemberi Petunjuk). Jika kita mohon diberi sifat kasih
sayang, sebutlah nama Ar-Rahmân (Maha Pengasih). Semoga doa kita akan semakin
makbul. Anjuran untuk menggunakan Asmaul Husna dalam berzikir dan berdoa,
diterangkan oleh Allah SWT dalam Al-Quran.
Hanya milik Allah asmaul
husna, maka bermohonlah kepada-Nya dengan menyebut asmaul husna itu dan
tinggalkanlah orang-orang yang menyimpang dari kebenaran dalam (menyebut)
nama-nama-Nya. Nanti mereka akan mendapat balasan terhadap apa yang telah
mereka kerjakan. (QS. Al-A’râf: 180)
Asmaul Husna hanya milik Allah
SWT. Manusia sebagai makhluk-Nya hanya dapat memahami, mempelajari, dan meniru
kandungan makna dari nama yang baik tersebut dalam kehidupan sehari-hari.[1]
Maka
dapat disimpulkan
bahwa inti dari Asmaul Husna menurut ESQ ada pada paragraf akhir, yaitu: “Asmaul Husna hanya milik Allah SWT. Manusia
sebagai makhluk-Nya hanya dapat memahami, mempelajari, dan meniru kandungan
makna dari nama yang baik tersebut dalam kehidupan sehari-hari.”
Dengan kata lain, konsep Asmaul Husna menurut
ESQ mencerminkan bahwa manusia dapat bukan hanya dapat memahami atau
mempelajari, tapi juga meniru apa-apa yang ada dalam Asmaul Husna. Dalam
konteks ini, manusia dapat juga menyerupai atau memiliki apa-apa yang dimiliki
Allah dalam Asmaul Husna. Ada sifat-sifat yang diadopsi dari Dzat Allah hingga
laik disebut sifat manusia.[2]
Ambil saja salah satu contohnya Al-Baari’,
Yang Maha Mengadakan dari yang Tiada.
Dalam Asmaul HUsna, Dzat Allah tersebut berarti Yang Maha Mengadakan dari yang Tiada sedang bagi sifat manusia yang
meniru Dzat Allah, arti Al-Baari’
adalah Discovery, atau menemukan sesuata yang baru, seperti laiknya Marconi
menemukan radio.
Konsep yang pernah dipermasalahkan oleh Amin Djamaluddin, seorang pakar di MUI dan Bernard
Abdul Jabbar ini, menjelaskan bahwa Dzat Allah dalam Asmaul Husna harus manusia
tiru dan teladani. Jadi, ada sisi yang dapat dicapai manusia dalam Dzat
Tuhannya.
ESQ sendiri tidak menegaskan bahwa manusia dapat meniru
Tuhannya, Alah SWT. ESQ hanya memberikan konsep bahwa ada Dzat Allah yang dapat
disifati oleh manusia. [3]
ESQ juga menyarankan bahwa Asmaul Husna sebaiknuya dihafal dan dibaca saat
berdoa.
No
|
Nama
|
Arti
|
Antara lain
terdapat dalam |
1
|
ar-Rahmaan
|
Yang Maha Pemurah
|
Al-Faatihah: 3
|
2
|
ar-Rahiim
|
Yang Maha Pengasih
|
Al-Faatihah: 3
|
3
|
al-Malik
|
Maha Raja
|
Al-Mu’minuun: 11
|
4
|
al-Qudduus
|
Maha Suci
|
Al-Jumu’ah: 1
|
5
|
as-Salaam
|
Maha Sejahtera
|
Al-Hasyr: 23
|
6
|
al-Mu’min
|
Yang Maha Terpercaya
|
Al-Hasyr: 23
|
7
|
al-Muhaimin
|
Yang Maha Memelihara
|
Al-Hasyr: 23
|
8
|
al-’Aziiz
|
Yang Maha gagah
|
Aali ‘Imran: 62
|
9
|
al-Jabbaar
|
Yang Maha Perkasa
|
Al-Hasyr: 23
|
10
|
al-Mutakabbir
|
Yang Memiliki Kebesaran
|
Al-Hasyr: 23
|
11
|
al-Khaaliq
|
Yang Maha Pencipta
|
Ar-Ra’d: 16
|
12
|
al-Baari’
|
Yang Mengadakan dari Tiada
|
Al-Hasyr: 24
|
13
|
al-Mushawwir
|
Yang Membuat Bentuk
|
Al-Hasyr: 24
|
14
|
al-Ghaffaar
|
Yang Maha Pengampun
|
Al-Baqarah: 235
|
15
|
al-Qahhaar
|
Yang Maha Perkasa
|
Ar-Ra’d: 16
|
16
|
al-Wahhaab
|
Yang Maha Pemberi
|
Aali ‘Imran: 8
|
17
|
ar-Razzaq
|
Yang Maha Pemberi Rezki
|
Adz-Dzaariyaat: 58
|
18
|
al-Fattaah
|
Yang Maha Membuka (Hati)
|
Sabaa’: 26
|
19
|
al-’Aliim
|
Yang Maha Mengetahui
|
Al-Baqarah: 29
|
20
|
al-Qaabidh
|
Yang Maha Pengendali
|
Al-Baqarah: 245
|
21
|
al-Baasith
|
Yang Maha Melapangkan
|
Ar-Ra’d: 26
|
22
|
al-Khaafidh
|
Yang Merendahkan
|
Hadits at-Tirmizi
|
23
|
ar-Raafi’
|
Yang Meninggikan
|
Al-An’aam: 83
|
24
|
al-Mu’izz
|
Yang Maha Terhormat
|
Aali ‘Imran: 26
|
25
|
al-Mudzdzill
|
Yang Maha Menghinakan
|
Aali ‘Imran: 26
|
26
|
as-Samii’
|
Yang Maha Mendengar
|
Al-Israa’: 1
|
27
|
al-Bashiir
|
Yang Maha Melihat
|
Al-Hadiid: 4
|
28
|
al-Hakam
|
Yang Memutuskan Hukum
|
Al-Mu’min: 48
|
29
|
al-’Adl
|
Yang Maha Adil
|
Al-An’aam: 115
|
30
|
al-Lathiif
|
Yang Maha Lembut
|
Al-Mulk: 14
|
31
|
al-Khabiir
|
Yang Maha Mengetahui
|
Al-An’aam: 18
|
32
|
al-Haliim
|
Yang Maha Penyantun
|
Al-Baqarah: 235
|
33
|
al-’Azhiim
|
Yang Maha Agung
|
Asy-Syuura: 4
|
34
|
al-Ghafuur
|
Yang Maha Pengampun
|
Aali ‘Imran: 89
|
35
|
asy-Syakuur
|
Yang Menerima Syukur
|
Faathir: 30
|
36
|
al-’Aliyy
|
Yang Maha Tinggi
|
An-Nisaa’: 34
|
37
|
al-Kabiir
|
Yang Maha Besar
|
Ar-Ra’d: 9
|
38
|
al-Hafiizh
|
Yang Maha Penjaga
|
Huud: 57
|
39
|
al-Muqiit
|
Yang Maha Pemelihara
|
An-Nisaa’: 85
|
40
|
al-Hasiib
|
Yang Maha Pembuat Perhitungan
|
An-Nisaa’: 6
|
41
|
al-Jaliil
|
Yang Maha Luhur
|
Ar-Rahmaan: 27
|
42
|
al-Kariim
|
Yang Maha Mulia
|
An-Naml: 40
|
43
|
ar-Raqiib
|
Yang Maha Mengawasi
|
Al-Ahzaab: 52
|
44
|
al-Mujiib
|
Yang Maha Mengabulkan
|
Huud: 61
|
45
|
al-Waasi’
|
Yang Maha Luas
|
Al-Baqarah: 268
|
46
|
al-Hakiim
|
Yang Maha Bijaksana
|
Al-An’aam: 18
|
47
|
al-Waduud
|
Yang Maha Mengasihi
|
Al-Buruuj: 14
|
48
|
al-Majiid
|
Yang Maha Mulia
|
Al-Buruuj: 15
|
49
|
al-Baa’its
|
Yang Membangkitkan
|
Yaasiin: 52
|
50
|
asy-Syahiid
|
Yang Maha Menyaksikan
|
Al-Maaidah: 117
|
51
|
al-Haqq
|
Yang Maha Benar
|
Thaahaa: 114
|
52
|
al-Wakiil
|
Yang Maha Pemelihara
|
Al-An’aam: 102
|
53
|
al-Qawiyy
|
Yang Maha Kuat
|
Al-Anfaal: 52
|
54
|
al-Matiin
|
Yang Maha Kokoh
|
Adz-Dzaariyaat: 58
|
55
|
al-Waliyy
|
Yang Maha Melindungi
|
An-Nisaa’: 45
|
56
|
al-Hamiid
|
Yang Maha Terpuji
|
An-Nisaa’: 131
|
57
|
al-Muhshi
|
Yang Maha Menghitung
|
Maryam: 94
|
58
|
al-Mubdi’
|
Yang Maha Memulai
|
Al-Buruuj: 13
|
59
|
al-Mu’id
|
Yang Maha Mengembalikan
|
Ar-Ruum: 27
|
60
|
al-Muhyi
|
Yang Maha Menghidupkan
|
Ar-Ruum: 50
|
61
|
al-Mumiit
|
Yang Maha Mematikan
|
Al-Mu’min: 68
|
62
|
al-Hayy
|
Yang Maha Hidup
|
Thaahaa: 111
|
63
|
al-Qayyuum
|
Yang Maha Mandiri
|
Thaahaa: 11
|
64
|
al-Waajid
|
Yang Maha Menemukan
|
Adh-Dhuhaa: 6-8
|
65
|
al-Maajid
|
Yang Maha Mulia
|
Huud: 73
|
66
|
al-Waahid
|
Yang Maha Tunggal
|
Al-Baqarah: 133
|
67
|
al-Ahad
|
Yang Maha Esa
|
Al-Ikhlaas: 1
|
68
|
ash-Shamad
|
Yang Maha Dibutuhkan
|
Al-Ikhlaas: 2
|
69
|
al-Qaadir
|
Yang Maha Kuat
|
Al-Baqarah: 20
|
70
|
al-Muqtadir
|
Yang Maha Berkuasa
|
Al-Qamar: 42
|
71
|
al-Muqqadim
|
Yang Maha Mendahulukan
|
Qaaf: 28
|
72
|
al-Mu’akhkhir
|
Yang Maha Mengakhirkan
|
Ibraahiim: 42
|
73
|
al-Awwal
|
Yang Maha Permulaan
|
Al-Hadiid: 3
|
74
|
al-Aakhir
|
Yang Maha Akhir
|
Al-Hadiid: 3
|
75
|
azh-Zhaahir
|
Yang Maha Nyata
|
Al-Hadiid: 3
|
76
|
al-Baathin
|
Yang Maha Gaib
|
Al-Hadiid: 3
|
77
|
al-Waalii
|
Yang Maha Memerintah
|
Ar-Ra’d: 11
|
78
|
al-Muta’aalii
|
Yang Maha Tinggi
|
Ar-Ra’d: 9
|
79
|
al-Barr
|
Yang Maha Dermawan
|
Ath-Thuur: 28
|
80
|
at-Tawwaab
|
Yang Maha Penerima Taubat
|
An-Nisaa’: 16
|
81
|
al-Muntaqim
|
Yang Maha Penyiksa
|
As-Sajdah: 22
|
82
|
al-’Afuww
|
Yang Maha Pemaaf
|
An-Nisaa’: 99
|
83
|
ar-Ra’uuf
|
Yang Maha Pengasih
|
Al-Baqarah: 207
|
84
|
Maalik al-Mulk
|
Yang Mempunyai Kerajaan
|
Aali ‘Imran: 26
|
85
|
Zuljalaal wa al-’Ikraam
|
Yang Maha Memiliki Kebesaran serta
Kemuliaan
|
Ar-Rahmaan: 27
|
86
|
al-Muqsith
|
Yang Maha Adil
|
An-Nuur: 47
|
87
|
al-Jaami’
|
Yang Maha Pengumpul
|
Sabaa’: 26
|
88
|
al-Ghaniyy
|
Yang Maha Kaya
|
Al-Baqarah: 267
|
89
|
al-Mughnii
|
Yang Maha Mencukupi
|
An-Najm: 48
|
90
|
al-Maani’
|
Yang Maha Mencegah
|
Hadits at-Tirmizi
|
91
|
adh-Dhaarr
|
Yang Maha Pemberi Derita
|
Al-An’aam: 17
|
92
|
an-Naafi’
|
Yang Maha Pemberi Manfaat
|
Al-Fath: 11
|
93
|
an-Nuur
|
Yang Maha Bercahaya
|
An-Nuur: 35
|
94
|
al-Haadii
|
Yang Maha Pemberi Petunjuk
|
Al-Hajj: 54
|
95
|
al-Badii’
|
Yang Maha Pencipta
|
Al-Baqarah: 117
|
96
|
al-Baaqii
|
Yang Maha Kekal
|
Thaahaa: 73
|
97
|
al-Waarits
|
Yang Maha Mewarisi
|
Al-Hijr: 23
|
98
|
ar-Rasyiid
|
Yang Maha Pandai
|
Al-Jin: 10
|
99
|
ash-Shabuur
|
Yang Maha Sabar
|
Hadits at-Tirmizi
|
Langganan:
Postingan (Atom)